RSS
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "


Pendidikan islam pada masa bani abbasiyah dan umaiyah
          A.    Pendidikan Islam pada masa bani abbasiyah

Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833 M).
Kekayaan yang dimanfaatkan Harun Arrasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi didirikan, Kritik sastra, filsafat, puisi, kedokteran, matematika, dan astronomi berkembang pesat tidak saja di Baghdad tetapi juga di Kufah, Basrah, Jundabir, dan Harran. Pada masa-masa awal sudah ada sekitar 800 orang dokter dengan berbagai kehliannya, apoteker, dan kelengkapan-kelengkapan kesehatan lainnya. Sementara putranya al-Ma’mun, dikenal sebagai khalifah yang cinta ilmu. Pada masanya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia memberi gaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah. Salah satu karya besarnya adalah pembangunan Bait al-Hikmah sebagai perpustakaan besar.. dan digunakan juga sebagai pusat penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar dan menjadi perpustakaan umum dan diberi nama Darul Ilmi” yang berisi buku-buku yang tidak terdapat di perpustakaan lainnya. Pada masa Al-Ma’mun inilah Bagdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan, kekota inilah para pencari ilmu datang berduyun-duyun.

Puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreatifitas bani Abbas sendiri. Sebagian diantarannya sudah dimulai pada awal kebangkitan islam. Lembaga pendidikan sudah berkembang, ketika itu lembaga pendidikan ini terdiri dari dua tingkat :
1.      Maktab/Kuttab dan mesjid, yaitu lembaga pendidikan terendah tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan, dan tempat para remaja belajar dasar-dasar agama, seperti tafsir, hadis, fiqh, dan bahasa.
2.      Tingkat pendalaman. Para pelajar yang ingin memper dalam ilmunya, pergi keluar daerah untuk menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Ilmu yang dituntut umumnya ilmu agama, pengajarannya biasanya berlangsung di mesjid-mesjid atau di rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut, dengan memanggil ulama’ ahli kesana.
Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Disamping itu kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yapitu :
1.      Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan bani Abbas, bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk islam. Asimilasinya berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam islam. Pengaruh Persia, sangat kuat dibidang pemerintahan. Selain itu bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk dalam banyak bidang ilmu terutama filsafat.
2.      Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Pertama, pada khalifah al-Mansyur hingga Harun al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan yaitu dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300H, terutama setelah adanya pembuatan kertas, bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
        Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan dibidang ilmu pengetahuan umum. Tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode penafsiran, pertama, tafsir bi al-ma’tsur yaitu, interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi SAW dan para sahabatnya. Kedua, tafsir bi al-ra’yi yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran dari pada hadis dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemerintahan Abbasiyah, akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al ra’yi (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan, hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh, dan terutama dalam ilmu teologi perkembangan logika dikalangan umat islam sangat mempengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut.
Perhatian dan minat orang Arab Islam pada masa paling awal tertuju paada bidang ilmu pengetahuan yang lahir karena motif keagamaan. Kebutuhan untuk memahami dan menjelaskan al-Qur’an, kemudian menjadi landasan teologis yang serius. Interaksi dengan dunia kristen di Damaskus telah memicu munculnya pemikiran spekulatif teologis yang melahirkan madzhab pemikiran Murji’ah dan Qodariyah. Untuk mempelajari teologi di sediakan madrasah yang sudah diakui oleh negara yaitu Madrasah Nizhamiyah, khususnya untuk mempelajari madzhab syafi’i dan teologi asy’ariyah.. Bidang kajian berikutnya adalah Hadits, yaitu perilaku, ucapan, persetujuan Nabi. Yang kemudian menjadi sumber ajaran paling penting, awalnya hanya diriwayatkan dari mulut kemulut, kemudian direkam pada abad ke-2 hijriyah.
Lahirnya ilmu kalam atau teologi itu dikarenakan dua faktor :
1.      Untuk membela islam dengan bersenjatakan filsafat,
2.      Karena semua masalah termasuk masalah agama telah berkisar dari pola rasa ke pola akal dan ilmu.

Faktor yang menyebabkan pesatnya perkembangan sains dan filsafat di masa dinasti Abassiyah, diantarannya adalah :
1.      Kontak antara slam dan Persia menjadi jembatan perkembangan sainsdan filsafat karena secara kultural persia banyak berperan dalam pengembangan tradisi keilmuan Yunani.
2.      Etos ke ilmuan para khalifah Abbasiyah tampak menonjol terutama pada dua khalifah terkemuka yaitu Harun Ar-rassyid dan Al-Ma’mun yang begitu mencintai Ilmu.
3.      Peran keluarga Barmak yang sengaja dipanggil oleh khalifah untuk mendidik keluarga istana dalam hal pengembangan keilmuan.
4.      Aktifitas penerjemahan literatur-literatur Yunani kedalam bahasa Arab demikian besar dan ini didukung oleh khalifah yang memberi imbalanyang besar terhadap para penterjemah.
5.      Relatif tidak adanya pembukaan daerah dan pemberontakan-pemberontakan menyebabkan stabilitas negara terjamin sehingga konsentrasi pemerintah untuk memajukan aspek sosial dan intelektual menemukan peluangnya.
6.      Adanya peradaban dan kebudayaan yang heterogen di Baghdad menimbulkan proses interaksi antara satu kebudayaan dan kebudayaan lain.
7.      Situasi sosial baghdad yang kosmopolit dimana berbagai macam suku, ras dan etnis serta masing-masing kulturalyang berinteraksi satu sama lain, mendorong adanya pemecahan masalah dari pendekatan intelektual.

Perkembangan peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat, karena upaya-upaya dilakukan oleh para Khalifah di bidang fisik. Hal ini dapatihat dari bangunan-bangunan yang berupa:

a. Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.
b. Majlis Muhadharah,yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana,ahli pikir dan
pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
c. Darul Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini
merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan
  belajar.

d. Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan sekolah dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini, dengan nama Madrasah.
e. Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus.
Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti kehidupan
ekonomi: pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan oleh Khalifah Mansyur.

C. Tokoh-tokoh/ Para ilmuwan zaman Abbasiyah
1.  Bidang Astronomi
• Al-Fazari, astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe
2.Bidang Kedokteran
•Ibnu Sina (Avicenna), bukunya yang fenomenal yaitu al-Qanun fi al-Tiib. 
Ia juga berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia.
3.Bidang Optika
•Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythani (al-Hazen), terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihatnya.
4.Bidang Kimia
Jabir ibn Hayyan, ia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak
5.Bidang Matematika
•Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah
6.Bidang Sejarah
•Al-Mas’udi, diantara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir
•Ibn Sa’ad
7.Bidang Filsafat
•Al-Farabi, banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles
8.Bidang Tafsir
•Ibn Jarir ath Tabary
9.Bidang Hadis
•Imam Bukhori
10.Bidang Kalam
•Al-Asy’ari
11.Bidang Geografi
•Syarif Idrisy
12.Bidang Tasawuf
•Shabuddin Sahrawardi

2.      Pendidikan pada masa umaiyah
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi. Desentrasi artinya pendidikan tidak hanya terpusat di ibu kota Negara saja tetapi sudah dikembangkan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring dengan ekspansi teritorial.Sistem pendidikan ketika itu belum memiliki tingkatan dan standar umur. Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Diantara ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat, astronomi atau perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan, seni rupa, maupun seni suara.
Pola pendidikan Islam pada periode Dinasti Umayyah telah berkembang bila dibandingkan pada masa Khulafa ar Rasyidin yang ditandai dengan semaraknya kegiatan ilmiah di masjid-masjid dan berkembangnya Khuttab serta Majelis Sastra.  Jadi tempat pendidikan pada periode Dinasti Umayyah adalah:
1.      Khuttab
Khuttab atau Maktab berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis, jadi Khuttab adalah tempat belajar menulis. Khuttab merupakan tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al Quran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam
2.   Masjid
Setelah pelajaran anak-anak di khutab selesai mereka melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah yang dilakukan di masjid.  Peranan Masjid sebagai pusat pendidikan dan pengajaran senantiasa terbuka lebar bagi setiap orang yang merasa dirinya tetap dan mampu untuk memberikan atau mengajarkan ilmunya kepada orang-orang yang haus akan ilmu pengetahuan.
Pada Dinasti Umayyah, Masjid merupakan tempat pendidikan tingkat menengah dan tingkat tinggi setelah khuttab.  Pelajaran yang diajarkan meliputi Al Quran, Tafsir, Hadist dan Fiqh.  Juga diajarkan kesusasteraan, sajak, gramatika bahasa, ilmu hitung dan ilmu perbintangan.
Diantara jasa besar pada periode Dinasti Umayyah dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah menjadikan Masjid sebagai pusat aktifitas ilmiah termasuk sya’ir. Sejarah bangsa terdahulu diskusi dan akidah. Pada periode ini juga didirikan Masjid ke seluruh pelosok daerah Islam. Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah selalu menjadi tumpuan penuntut ilmu diseluruh dunia Islam dan tampak juga pada pemerintahan Walid ibn Abdul Malik 707-714 M yang merupakan Universitas terbesar dan juga didirikan Masjid Zaitunnah di Tunisia yang dianggap Universitas tertua sampai sekarang.
Pada Dinasti Umayyah ini, masjid sebagai tempat pendidikan terdiri dari dua tingkat yaitu: tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah guru belumlah ulama besar sedangkan pada tingkat tinggi gurunya adalah ulama yang dalam ilmunya dan masyhur kealiman dan keahliannya. Umumnya pelajaran yang diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang, baik di Khuttab atau di Masjid tingkat menengah. Sedangkan pada tingkat pelajaran yang diberikan oleh guru adalah dalam satu Halaqah yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama.
3. Majelis Sastra
Majelis sastra merupakan balai pertemuan yang disiapkan oleh khalifah dihiasi dengan hiasan yang indah, hanya diperuntukkan bagi sastrawan dan ulama terkemuka.  Menurut M. Al Athiyyah Al Abrasy “Balai-balai pertemuan tersebut mempunyai tradisi khusus yang mesti diindahkan seseorang yang masuk ketika khalifah hadir, mestilah berpakaian necis bersih dan rapi, duduk di tempat yang sepantasnya, tidak tertawa terbahak-bahak, tidak meludah, tidak mengingus dan tidak menjawab kecuali bila ditanya. Ia  tidak boleh bersuara keras dan harus bertutur kata dengan sopan dan memberi kesempatan pada sipembicara menjelaskan pembicaraannya serta menghindari penggunaan kata kasar dan tawa terbahak-bahak. Dalam balai-balai pertemuan seperti ini disediakan pokok-pokok persoalan untuk dibicarakan, didiskusikan dan diperdebatkan”.
4. Pendidikan Istana
Pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi anak-anak khalifah dan para pejabat pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan istana diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah, maka kurikulumnya diatur oleh guru dan orang tua murid.
Pada periode Dinasti Umayyah ini terkenal sibuk dengan pemberontakan dalam negeri dan sekaligus memperluas daerah kerajaan tidak terlalu banyak memusatkan perhatian pada perkembangan ilmiah, akan tetapi muncul beberapa ilmuwan terkemuka dalam berbagai cabang ilmu seperti yang dikemukana oleh Abd. Malik Ibn Juraid al Maki dan cerita peperangan serta syair dan Kitabah.
Dibidang syair yang terkenal dikalangan orang Arab diantaranya adalah tentang pujian, syairnya adalah:
Artinya :    “Engkau adalah pengendara kuda yang paling baik, engkau adalah orang yang pemurah di atas dunia ini
Periode Dinasti Umayyah pada bidang pendidikan, adalah menekankan ciri ilmiah pada Masjid sehingga menjadi pusat perkem\bangan ilmu pengetahuan tinggi dalam masyarakat Islam. Dengan penekanan ini di Masjid diajarkan beberapa macam ilmu, diantaranya syair, sastra dan ilmu lainnya.  Dengan demikian periode antara permulaan abad ke dua hijrah sampai akhir abad ketiga hijrah merupakan zaman pendidikan Masjid yang paling cemerlang.
Nampaknya pendidikan Islam pada masa periode Dinasti Umayyah ini hampir sama dengan pendidikan pada masa Khulafa ar Rasyiddin.  Hanya saja memang ada sisi perbedaan perkembangannya.  Perhatian para Khulafa dibidang pendidikan agaknya kurang memperhatikan perkembangannya sehingga kurang maksimal, pendidikan berjalan tidak diatur oleh pemerintah, tetapi oleh para ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam. Kebijakan-kebijakan pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah hampir tidak ditemukan.  Jadi sistem pendidikan Islam ketika itu masih berjalan secara alamiah karena kondisi ketika itu diwarnai oleh kepentingan politis dan golongan.
Walaupun demikian pada periode Dinasti Umayyah ini dapat disaksikan adanya gerakan penerjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab, tetapi penerjemahan itu terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai kepentingan praktis, seperti ilmu kimia, kedokteran, ilmu tata laksana dan seni bangunan.  Pada umumnya gerakan penerjemahan ini terbatas keadaan orang-orang tertentu dan atas usaha sendiri, bukan atas dorongan negara dan tidak dilembagakan.  Menurut Franz Rosenthal orang yang pertama kali melakukan penerjemahan ini adalah Khalid ibn Yazid cucu dari Muawwiyah.
Selain kemajuan seperti di atas ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah:
1. Ilmu agama, seperti: Al-Qur’an, Haist, dan Fiqh. Proses pembukuan Hadist terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.
2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segla ilmu yang mempelajari bahasa, nahu, saraf, dan lain-lain.
4. Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran


  1. Tokoh-tokoh Pendidikan pada masa Bani Umayyah
Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulama yang menguasai bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain para ulama juga ada ahli bahasa/sastra.
1. Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, yaitu: Mujahid, ‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah. Pada masa tabi’in tafsir Al-Qur’an bertambah luas dengan memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam. Di antara mereka yang termasyhur: Ka’bul Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij.
2.  Ulama-ulama Hadist: Kitab bacaan satu-satunya ialah al-Qur’an. Sedangkan hadis-hadis belumlah dibukukan. Hadis-hadis hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut. Dari mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari hafalan uru diberikannya kepada murid, sehingga menjdi hafalan murid pula dan begitulah seterusnya. Setengah sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadist-hadist itu dalam buku catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut istillah kita sekarang. Ulama-ulama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis-hadis ialah: Abu Hurairah (5374 hadist), ‘Aisyah (2210 hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist), Jabir bin Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist).
3.  Ulama-ulama ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih pada masa bani Umayyah diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Masuruq Al-Ajda’,Al-Aswad bin Yazid kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakh’l (wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil As Sya’by (wafat tahun 104 H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H), guru dari Abu Hanafiah.
4.  Ahli bahasa/sastra: Seorang ahli bahasa seperti Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab, menjadi pegangan dalam soal berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab jahiliahpun muncul kembali sehingga bidang sastra arab mengalami kemajuan. Di zaman ini muncul penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah (w.719), Jamil al-uzri (w.701), Qys bin Mulawwah (w.699) yang dikenal dengan nama Laila Majnun, Al-Farazdaq (w.732), Jarir (w.792), dan Al akhtal (w.710). sebegitu jauh kelihatannya kemajuan yang dicapai Bani Umayyah terpusat pada bidang ekspansi wilayah, bahasa dan sastra arab, serta pembangunan fisik. Sesungguhnya dimasa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, seperti dalam bidang keagamaan, sejarah dan filsafat. Dalam bidang yang pertama umpamanya dijumpai ulama-ulama seperti Hasan al-Basri, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan Wasil bin Ata. Pusat kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak. Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (w. 794/709) adalah seorang orator dan penyair yang berpikir tajam. Ia adalah orang pertama yang menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan kimia.
Madrasah/University Pada Masa Bani Umayyah
Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota besar sebagai berikut: di kota Mekkah dan Madinah (HIjaz),di kota Basrah dan Kufah (Irak), di kota Damsyik dan Palestina (Syam), di kota Fistat (Mesir). Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
1) Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh negeri Islam.
2) Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
3) Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.
4) Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud. Bahkan mereka pergi ke Madinah.
5) Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian Negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaituAbdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib danAndalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh mazhab Syafi’I dan Maliki.
6) Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama). Ia ahli hadis dengan arti kata yang sebenarnya. Karena ia bukan saja menghafal hadis-hadis yang didengarnya dari Nabi S.A.W., melainkan juga dituliskannya dalam buku catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-muridnya. Oleh karena itu banyak sahabat dan tabi’in meriwayatkan hadis-hadis dari padanya. Karena pelajar-pelajar tidak mencukupkan belajar pada seorang ulama di negeri tempat tinggalnya, melainkan mereka melawat ke kota yang lain untuk melanjutkan ilmunya. Pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah, pelajar Kufah melawat Syam, pelajar Syam melawat kian kemari dan begitulah seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan tersebar seluruh kota-kota di Negara Islam.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS