Pendidikan islam
pada masa bani abbasiyah dan umaiyah
A.
Pendidikan
Islam pada masa bani abbasiyah
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833 M).
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833 M).
Kekayaan
yang dimanfaatkan Harun Arrasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga
pendidikan, dokter, dan farmasi didirikan, Kritik sastra, filsafat, puisi, kedokteran, matematika,
dan astronomi berkembang pesat tidak saja di Baghdad tetapi juga di Kufah,
Basrah, Jundabir, dan Harran. Pada masa-masa awal sudah
ada sekitar 800 orang dokter dengan berbagai kehliannya, apoteker, dan
kelengkapan-kelengkapan kesehatan lainnya. Sementara putranya al-Ma’mun,
dikenal sebagai khalifah yang cinta ilmu. Pada masanya, penerjemahan buku-buku
asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia memberi gaji
penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli.
Ia juga banyak mendirikan sekolah. Salah satu karya besarnya adalah pembangunan
Bait al-Hikmah sebagai perpustakaan besar.. dan digunakan juga sebagai pusat penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi
dengan perpustakaan yang besar dan menjadi perpustakaan umum dan diberi nama “Darul
Ilmi” yang berisi buku-buku
yang tidak terdapat di perpustakaan lainnya. Pada masa Al-Ma’mun inilah Bagdad
mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan, kekota inilah para pencari ilmu datang
berduyun-duyun.
Puncak
perkembangan kebudayaan dan pemikiran islam terjadi pada masa pemerintahan Bani
Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreatifitas bani
Abbas sendiri. Sebagian diantarannya sudah dimulai pada awal kebangkitan islam.
Lembaga pendidikan sudah berkembang, ketika itu lembaga pendidikan ini terdiri
dari dua tingkat :
1. Maktab/Kuttab dan
mesjid, yaitu lembaga pendidikan terendah tempat anak-anak mengenal
dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan, dan tempat para remaja belajar dasar-dasar
agama, seperti tafsir, hadis, fiqh, dan bahasa.
2. Tingkat
pendalaman. Para pelajar yang ingin memper dalam ilmunya, pergi keluar daerah
untuk menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya
masing-masing. Ilmu yang dituntut umumnya ilmu agama, pengajarannya biasanya
berlangsung di mesjid-mesjid atau di rumah ulama bersangkutan. Bagi anak
penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut,
dengan memanggil ulama’ ahli kesana.
Perkembangan
lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu
pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh bahasa Arab, baik sebagai bahasa
administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayah, maupun sebagai bahasa
ilmu pengetahuan. Disamping itu kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh
dua hal, yapitu :
1. Terjadinya
asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu
mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan bani
Abbas, bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk islam. Asimilasinya berlangsung
secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu
dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam islam. Pengaruh Persia, sangat kuat
dibidang pemerintahan. Selain itu bangsa Persia banyak berjasa dalam
perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang
kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk
dalam banyak bidang ilmu terutama filsafat.
2. Gerakan
terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Pertama, pada khalifah al-Mansyur
hingga Harun al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah
karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua berlangsung mulai
masa khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan
yaitu dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah
tahun 300H, terutama setelah adanya pembuatan kertas, bidang-bidang ilmu yang
diterjemahkan semakin meluas.
Pengaruh
dari kebudayaan bangsa yang sudah maju, terutama melalui gerakan terjemahan,
bukan saja membawa kemajuan dibidang ilmu pengetahuan umum. Tetapi
juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua
metode penafsiran, pertama, tafsir bi al-ma’tsur yaitu, interpretasi
tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi SAW dan para sahabatnya.
Kedua, tafsir bi al-ra’yi yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu
kepada pendapat dan pikiran dari pada hadis dan pendapat sahabat. Kedua metode
ini memang berkembang pada masa pemerintahan Abbasiyah, akan tetapi jelas
sekali bahwa tafsir dengan metode bi al ra’yi (tafsir rasional), sangat
dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan, hal
yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh, dan terutama dalam ilmu teologi
perkembangan logika dikalangan umat islam sangat mempengaruhi perkembangan dua
bidang ilmu tersebut.
Perhatian
dan minat orang Arab Islam pada masa paling awal tertuju paada bidang ilmu
pengetahuan yang lahir karena motif keagamaan. Kebutuhan untuk memahami dan
menjelaskan al-Qur’an, kemudian menjadi landasan teologis yang serius.
Interaksi dengan dunia kristen di Damaskus telah memicu munculnya pemikiran
spekulatif teologis yang melahirkan madzhab pemikiran Murji’ah dan Qodariyah. Untuk mempelajari teologi di sediakan madrasah yang
sudah diakui oleh negara yaitu Madrasah Nizhamiyah, khususnya untuk mempelajari
madzhab syafi’i dan teologi asy’ariyah.. Bidang kajian berikutnya adalah
Hadits, yaitu perilaku, ucapan,
persetujuan Nabi. Yang kemudian menjadi sumber ajaran paling penting, awalnya
hanya diriwayatkan dari mulut kemulut, kemudian direkam pada abad ke-2
hijriyah.
Lahirnya ilmu kalam atau
teologi itu dikarenakan dua faktor :
1. Untuk
membela islam dengan bersenjatakan filsafat,
2. Karena
semua masalah termasuk masalah agama telah berkisar dari pola rasa ke pola akal
dan ilmu.
Faktor yang menyebabkan
pesatnya perkembangan sains dan filsafat di masa dinasti Abassiyah,
diantarannya adalah :
1. Kontak
antara slam dan Persia menjadi jembatan perkembangan sainsdan filsafat karena
secara kultural persia banyak berperan dalam pengembangan tradisi keilmuan
Yunani.
2. Etos
ke ilmuan para khalifah Abbasiyah tampak menonjol terutama pada dua khalifah
terkemuka yaitu Harun Ar-rassyid dan Al-Ma’mun yang begitu mencintai Ilmu.
3. Peran
keluarga Barmak yang sengaja dipanggil oleh khalifah untuk mendidik keluarga
istana dalam hal pengembangan keilmuan.
4. Aktifitas
penerjemahan literatur-literatur Yunani kedalam bahasa Arab demikian besar dan
ini didukung oleh khalifah yang memberi imbalanyang besar terhadap para
penterjemah.
5. Relatif
tidak adanya pembukaan daerah dan pemberontakan-pemberontakan menyebabkan
stabilitas negara terjamin sehingga konsentrasi pemerintah untuk memajukan
aspek sosial dan intelektual menemukan peluangnya.
6. Adanya
peradaban dan kebudayaan yang heterogen di Baghdad menimbulkan proses interaksi
antara satu kebudayaan dan kebudayaan lain.
7. Situasi
sosial baghdad yang kosmopolit dimana berbagai macam suku, ras dan etnis serta
masing-masing kulturalyang berinteraksi satu sama lain, mendorong adanya
pemecahan masalah dari pendekatan intelektual.
Perkembangan peradaban pada
masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat, karena upaya-upaya dilakukan oleh para Khalifah di
bidang fisik. Hal ini dapatihat
dari bangunan-bangunan yang berupa:
a. Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.
b. Majlis Muhadharah,yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana,ahli pikir dan
pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
c. Darul Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini
merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan belajar.
d.
Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan
sekolah dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini, dengan nama Madrasah.
e. Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus.
Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti kehidupan
ekonomi: pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan oleh Khalifah Mansyur.
e. Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus.
Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti kehidupan
ekonomi: pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan oleh Khalifah Mansyur.
C. Tokoh-tokoh/
Para ilmuwan zaman Abbasiyah
1. Bidang Astronomi
• Al-Fazari, astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe
2.Bidang Kedokteran
•Ibnu Sina (Avicenna), bukunya yang fenomenal yaitu al-Qanun fi al-Tiib. Ia juga berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia.
3.Bidang Optika
•Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythani (al-Hazen), terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihatnya.
4.Bidang Kimia
Jabir ibn Hayyan, ia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak
5.Bidang Matematika
•Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah
6.Bidang Sejarah
•Al-Mas’udi, diantara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir
•Ibn Sa’ad
7.Bidang Filsafat
•Al-Farabi, banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles
8.Bidang Tafsir
•Ibn Jarir ath Tabary
9.Bidang Hadis
•Imam Bukhori
10.Bidang Kalam
•Al-Asy’ari
11.Bidang Geografi
•Syarif Idrisy
12.Bidang Tasawuf
•Shabuddin Sahrawardi
1. Bidang Astronomi
• Al-Fazari, astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe
2.Bidang Kedokteran
•Ibnu Sina (Avicenna), bukunya yang fenomenal yaitu al-Qanun fi al-Tiib. Ia juga berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia.
3.Bidang Optika
•Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythani (al-Hazen), terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihatnya.
4.Bidang Kimia
Jabir ibn Hayyan, ia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak
5.Bidang Matematika
•Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah
6.Bidang Sejarah
•Al-Mas’udi, diantara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir
•Ibn Sa’ad
7.Bidang Filsafat
•Al-Farabi, banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles
8.Bidang Tafsir
•Ibn Jarir ath Tabary
9.Bidang Hadis
•Imam Bukhori
10.Bidang Kalam
•Al-Asy’ari
11.Bidang Geografi
•Syarif Idrisy
12.Bidang Tasawuf
•Shabuddin Sahrawardi
2.
Pendidikan
pada masa umaiyah
Pada
masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi.
Desentrasi artinya pendidikan tidak hanya terpusat di ibu kota Negara saja
tetapi sudah dikembangkan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring
dengan ekspansi teritorial.Sistem pendidikan ketika itu belum memiliki
tingkatan dan standar umur. Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat
di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya,
seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat
(Mesir). Diantara ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat,
astronomi atau perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan,
seni rupa, maupun seni suara.
Pola
pendidikan Islam pada periode Dinasti Umayyah telah berkembang bila
dibandingkan pada masa Khulafa ar Rasyidin yang ditandai dengan semaraknya
kegiatan ilmiah di masjid-masjid dan berkembangnya Khuttab serta Majelis
Sastra. Jadi tempat pendidikan pada periode Dinasti Umayyah adalah:
1.
Khuttab
Khuttab atau Maktab berasal dari kata dasar kataba yang
berarti menulis atau tempat menulis, jadi Khuttab adalah tempat belajar
menulis. Khuttab merupakan tempat anak-anak belajar menulis dan membaca,
menghafal Al Quran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam
2. Masjid
Setelah pelajaran anak-anak di khutab selesai mereka melanjutkan
pendidikan ke tingkat menengah yang dilakukan di masjid. Peranan
Masjid sebagai pusat pendidikan dan pengajaran senantiasa terbuka lebar bagi
setiap orang yang merasa dirinya tetap dan mampu untuk memberikan atau
mengajarkan ilmunya kepada orang-orang yang haus akan ilmu pengetahuan.
Pada Dinasti Umayyah, Masjid merupakan tempat pendidikan tingkat
menengah dan tingkat tinggi setelah khuttab. Pelajaran yang
diajarkan meliputi Al Quran, Tafsir, Hadist dan Fiqh. Juga diajarkan
kesusasteraan, sajak, gramatika bahasa, ilmu hitung dan ilmu perbintangan.
Diantara jasa besar pada periode Dinasti Umayyah dalam
perkembangan ilmu pengetahuan adalah menjadikan Masjid sebagai pusat aktifitas
ilmiah termasuk sya’ir. Sejarah bangsa terdahulu diskusi dan akidah. Pada
periode ini juga didirikan Masjid ke seluruh pelosok daerah Islam. Masjid
Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah selalu menjadi tumpuan penuntut
ilmu diseluruh dunia Islam dan tampak juga pada pemerintahan Walid ibn Abdul
Malik 707-714 M yang merupakan Universitas terbesar dan juga didirikan Masjid
Zaitunnah di Tunisia yang dianggap Universitas tertua sampai sekarang.
Pada Dinasti Umayyah ini, masjid sebagai tempat pendidikan
terdiri dari dua tingkat yaitu: tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada
tingkat menengah guru belumlah ulama besar sedangkan pada tingkat tinggi
gurunya adalah ulama yang dalam ilmunya dan masyhur kealiman dan keahliannya.
Umumnya pelajaran yang diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang,
baik di Khuttab atau di Masjid tingkat menengah. Sedangkan pada tingkat
pelajaran yang diberikan oleh guru adalah dalam satu Halaqah yang
dihadiri oleh pelajar bersama-sama.
3. Majelis Sastra
Majelis sastra merupakan balai pertemuan yang disiapkan oleh
khalifah dihiasi dengan hiasan yang indah, hanya diperuntukkan bagi sastrawan
dan ulama terkemuka. Menurut M. Al Athiyyah Al Abrasy “Balai-balai
pertemuan tersebut mempunyai tradisi khusus yang mesti diindahkan seseorang
yang masuk ketika khalifah hadir, mestilah berpakaian necis bersih dan rapi,
duduk di tempat yang sepantasnya, tidak tertawa terbahak-bahak, tidak meludah,
tidak mengingus dan tidak menjawab kecuali bila ditanya. Ia tidak
boleh bersuara keras dan harus bertutur kata dengan sopan dan memberi
kesempatan pada sipembicara menjelaskan pembicaraannya serta menghindari
penggunaan kata kasar dan tawa terbahak-bahak. Dalam balai-balai pertemuan
seperti ini disediakan pokok-pokok persoalan untuk dibicarakan, didiskusikan
dan diperdebatkan”.
4. Pendidikan Istana
Pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi
anak-anak khalifah dan para pejabat pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan
istana diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan atau
hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah,
maka kurikulumnya diatur oleh guru dan orang tua murid.
Pada periode Dinasti Umayyah ini terkenal sibuk dengan
pemberontakan dalam negeri dan sekaligus memperluas daerah kerajaan tidak
terlalu banyak memusatkan perhatian pada perkembangan ilmiah, akan tetapi
muncul beberapa ilmuwan terkemuka dalam berbagai cabang ilmu seperti yang
dikemukana oleh Abd. Malik Ibn Juraid al Maki dan cerita peperangan serta syair
dan Kitabah.
Dibidang syair yang terkenal dikalangan orang Arab diantaranya
adalah tentang pujian, syairnya adalah:
Artinya : “Engkau
adalah pengendara kuda yang paling baik, engkau adalah orang yang pemurah di
atas dunia ini”
Periode Dinasti Umayyah pada bidang pendidikan, adalah
menekankan ciri ilmiah pada Masjid sehingga menjadi pusat perkem\bangan ilmu
pengetahuan tinggi dalam masyarakat Islam. Dengan penekanan ini di Masjid
diajarkan beberapa macam ilmu, diantaranya syair, sastra dan ilmu
lainnya. Dengan demikian periode antara permulaan abad ke dua hijrah
sampai akhir abad ketiga hijrah merupakan zaman pendidikan Masjid yang paling
cemerlang.
Nampaknya pendidikan Islam pada masa periode Dinasti Umayyah ini
hampir sama dengan pendidikan pada masa Khulafa ar Rasyiddin. Hanya
saja memang ada sisi perbedaan perkembangannya. Perhatian para
Khulafa dibidang pendidikan agaknya kurang memperhatikan perkembangannya
sehingga kurang maksimal, pendidikan berjalan tidak diatur oleh pemerintah,
tetapi oleh para ulama yang memiliki pengetahuan yang
mendalam. Kebijakan-kebijakan pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah
hampir tidak ditemukan. Jadi sistem pendidikan Islam ketika itu
masih berjalan secara alamiah karena kondisi ketika itu diwarnai oleh
kepentingan politis dan golongan.
Walaupun demikian pada periode Dinasti Umayyah ini dapat
disaksikan adanya gerakan penerjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam
bahasa Arab, tetapi penerjemahan itu terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai
kepentingan praktis, seperti ilmu kimia, kedokteran, ilmu tata laksana dan seni
bangunan. Pada umumnya gerakan penerjemahan ini terbatas keadaan
orang-orang tertentu dan atas usaha sendiri, bukan atas dorongan negara dan
tidak dilembagakan. Menurut Franz Rosenthal orang yang pertama kali
melakukan penerjemahan ini adalah Khalid ibn Yazid cucu dari Muawwiyah.
Selain kemajuan seperti di atas ilmu pengetahuan yang berkembang
pada masa ini adalah:
1. Ilmu agama, seperti: Al-Qur’an, Haist, dan Fiqh.
Proses pembukuan Hadist terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak
saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.
2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu
yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah
Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segla ilmu
yang mempelajari bahasa, nahu, saraf, dan lain-lain.
4. Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya
berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung
dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran
- Tokoh-tokoh
Pendidikan pada masa Bani Umayyah
Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari
ulama-ulama yang menguasai bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir,
hadist, dan Fiqh. Selain para ulama juga ada ahli bahasa/sastra.
1. Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, yaitu: Mujahid, ‘Athak
bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah. Pada
masa tabi’in tafsir Al-Qur’an bertambah luas dengan memasukkan Israiliyat dan
Nasraniyat, karena banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam.
Di antara mereka yang termasyhur: Ka’bul Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah
bin Salam, Ibnu Juraij.
2. Ulama-ulama Hadist: Kitab bacaan satu-satunya
ialah al-Qur’an. Sedangkan hadis-hadis belumlah dibukukan. Hadis-hadis hanya
diriwayatkan dari mulut ke mulut. Dari mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari
hafalan uru diberikannya kepada murid, sehingga menjdi hafalan murid pula dan
begitulah seterusnya. Setengah sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat
hadist-hadist itu dalam buku catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut
istillah kita sekarang. Ulama-ulama sahabat yang banyak meriwayatkan
hadis-hadis ialah: Abu Hurairah (5374 hadist), ‘Aisyah (2210 hadist), Abdullah
bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist), Jabir bin
Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist).
3. Ulama-ulama ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih
pada masa bani Umayyah diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin
Qais, Masuruq Al-Ajda’,Al-Aswad bin Yazid kemudian diikuti oleh murid-murid
mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakh’l (wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil As
Sya’by (wafat tahun 104 H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman
(wafat tahubn 120 H), guru dari Abu Hanafiah.
4. Ahli bahasa/sastra: Seorang ahli bahasa seperti
Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab, menjadi pegangan dalam soal
berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab jahiliahpun
muncul kembali sehingga bidang sastra arab mengalami kemajuan. Di zaman ini
muncul penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah (w.719), Jamil al-uzri
(w.701), Qys bin Mulawwah (w.699) yang dikenal dengan nama Laila Majnun,
Al-Farazdaq (w.732), Jarir (w.792), dan Al akhtal (w.710). sebegitu jauh
kelihatannya kemajuan yang dicapai Bani Umayyah terpusat pada bidang ekspansi
wilayah, bahasa dan sastra arab, serta pembangunan fisik. Sesungguhnya
dimasa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, seperti dalam bidang
keagamaan, sejarah dan filsafat. Dalam bidang yang pertama umpamanya dijumpai
ulama-ulama seperti Hasan al-Basri, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan Wasil bin Ata.
Pusat kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak. Khalid bin Yazid bin
Mu’awiyah (w. 794/709) adalah seorang orator dan penyair yang berpikir tajam.
Ia adalah orang pertama yang menerjemahkan buku-buku tentang astronomi,
kedokteran, dan kimia.
Madrasah/University
Pada Masa Bani Umayyah
Perluasan
negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan
perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang
turut bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota
besar sebagai berikut: di kota Mekkah dan Madinah (HIjaz),di kota Basrah dan
Kufah (Irak), di kota Damsyik dan Palestina (Syam), di kota Fistat (Mesir).
Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
1) Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah,
sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang mengajarkan
Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam. Pada masa khalifah Abdul
Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana di
Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra. Abdullah bin Abbaslah
pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh negeri Islam.
2) Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih
dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti
disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
3) Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah
Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih
dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik termasyhur
dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh, juga ahli pidato dan kisah,
ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada
pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan mengadakan kisah-kisah
di masjid Basrah.
4) Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan
enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris
bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin
Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah
bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada
Abdullah bin Mas’ud. Bahkan mereka pergi ke Madinah.
5) Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian
Negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam
menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam,
yaituAbdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan
Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib danAndalusia. Tetapi
kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh mazhab Syafi’I dan Maliki.
6) Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara Islam ia
menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir
ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama). Ia ahli hadis
dengan arti kata yang sebenarnya. Karena ia bukan saja menghafal hadis-hadis
yang didengarnya dari Nabi S.A.W., melainkan juga dituliskannya dalam buku
catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf meriwayatkan hadis-hadis itu kepada
murid-muridnya. Oleh karena itu banyak sahabat dan tabi’in meriwayatkan
hadis-hadis dari padanya. Karena pelajar-pelajar tidak mencukupkan belajar pada
seorang ulama di negeri tempat tinggalnya, melainkan mereka melawat ke kota
yang lain untuk melanjutkan ilmunya. Pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar
Madinah melawat ke Kufah, pelajar Kufah melawat Syam, pelajar Syam melawat kian
kemari dan begitulah seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan
tersebar seluruh kota-kota di Negara Islam.