METODE
PENDIDIKAN ISLAM
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tidaklah
berlebihan jika ada sebuah ungkapan “aththariqah
ahammu minal maddah”, bahwa metode jauh lebih penting disbanding materi,
karena sebaik apapun tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang
tepat, tujuan tersebut sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah
metode akan mempengaruhi sampai tidaknya suatu informasi secara lengkap atau
tidak.. Oleh sebab itu pemilihan metode pendidikan harus dilakukan secara
cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor terkait, sehingga hasil pendidikan
dapat memuaskan.[1]Apa yang dilakukan Rasulullah SAW saat
menyampaikan wahyu Allah kepada para sahabatnya bisa kita teladani,
karena Rasul saw. sejak awal sudah mengimplementasikan metode
pendidikan yang tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran yang
beliau lakukan sangat akurat dalam menyampaikan ajaran Islam. Rasul saw. sangat
memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, sehingga nilai-nilai
Islami dapat ditransfer dengan baik. Rasulullah saw. juga sangat memahami
naluri dan kondisi setiap orang, sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka
cita, baik meterial maupun spiritual, beliau senantiasa mengajak orang untuk
mendekati Allah swt. dan syari’at-Nya.
B. Perumusan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam
makalah ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
- Bagaimana pengertian Metode dan Pendekatan dalam pendidikan Islam ?
- Apa Saja Dasar-dasar dari pelaksanaan metode tersebut
- Macam-macam Metode dan Pendekatan Dalam Pendidikan Islam
Ketiga pertanyaan di atas akan
menjadi sasaran pembahasan kami, dengan harapan pembahasan yang kami lakukan
menjadi terarah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metode dan Pendekatan
Kata
metode berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologi, kata metode berasal dari
dari dua suku perkataan, yaitu meta
dan hodos. Meta berarti “melalui dan hodos berrti “jalan” atau “cara”[2]. Dalam Bahasa Arab metode dikenal
dengan istilah thariqah yang
berarti langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu
pekerjaan. [3]Sedangkan dalam bahasa Inggris metode
disebut method yang berarti cara dalam bahasa Indonesia.[4]
Sedangkan
menurut terminologi (istilah) para ahli memberikan definisi yang beragam
tentang metode, terlebih jika metode itu sudah disandingkan dengan kata
pendidikan atau pengajaran diantaranya :
- Winarno Surakhmad mendefinisikan bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan[5]
- Abu Ahmadi mendefinisikan bahwa metode adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur[6]
- Ramayulis mendefinisikan bahwa metode mengajar adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Dengan demikian metode mengajar merupaka alat untuk menciptakan proses pembelajaran.[7]
- Omar Mohammad mendefinisikan bahwa metode mengajar bermakna segala kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya, cirri-ciri perkembangan muridnya, dan suasana alam sekitarnya dan tujuan menolong murid-muridnya untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.[8]
Berdasarkan
definisi yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian metode di atas,
beberapa hal yang harus ada dalam metode adalah :
- Adanya tujuan yang hendak dicapai
- Adanya aktivitas untuk mencapai tujuan
- Aktivitas itu terjadi saat proses pembelaran berlangsung
- Adanya perubahan tingkah laku setelah aktivitas itu dilakukan.
Ada
istilah lain yang dalam pendidikan yang mengandung makna berdekatan dengan
metode, yaitu pendekatan dan teknik/strategi. Pendekatan merupakan pandangan
falsafi terhadap subject matter yang harus diajarkan[9] dapat juga diartikan sebagai pedoman
mengajar yang bersifat realistis/konseptual. Sedangkan teknik/strategi adalah
siasat atau cara penyajian yang dikuasai pendidik dalam mengajar atau
menyajikan bahan pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas, agar bahan
pelajaran dapat dipahami dan digunakan dengan baik.
B. Dasar
Metode Pendidikan Islam
Dalam
penerapannya, metode pendidikan Islam menyangkut permasalahan individual atau
social peserta didik dan pendidik itu sendiri. Untuk itu dalam menggunakan
metode seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umummetode pendidikan
Islam. Sebab metode pendidikan merupakan sarana atau jalan menuju tujuan
pendidikan, sehingga segala jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah
mengacu pada dasar-dasar metode pendidikan tersebut. Dasar metode pendidikan
Islam itu diantaranya adalah dasar agamis, biologis, psikologis, dan
sosiologis.[10]
- Dasar Agamis, maksudnya bahwa metode yang digunakan dalam pendidikan Islam haruslah berdasarkan pada Agama. Sementara Agama Islam merujuk pada Al Qur’an dan Hadits. Untuk itu, dalam pelaksanannya berbagai metode yang digunakan oleh pendidik hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan yang muncul secara efektif dan efesien yang dilandasi nilai-nilai Al Qur’an dan Hadits.
- Dasar Biologis, Perkembangan biologis manusia mempunyai pengaruh dalam perkembangan intelektualnya. Semakin dinamis perkembangan biologis seseorang, maka dengan sendirinya makin meningkat pula daya intelektualnya. Untuk itu dalam menggunakan metode pendidikan Islam seorang guru harus memperhatikan perkembangan biologis peserta didik.
- Dasar Psikologis. Perkembangan dan kondisi psikologis peserta didik akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap penerimaan nilai pendidikan dan pengetahuan yang dilaksanakan, dalam kondisi yang labil pemberian ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Oleh Karenanya Metode pendidikan Islam baru dapat diterapkan secara efektif bila didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis peserta didiknya. Untuk itu seorang pendidik dituntut untuk mengembangkan potensi psikologis yang tumbuh pada peserta didik. Sebab dalam konsep Islam akal termasuk dalam tataran rohani.
- Dasar sosiologis. Saat pembelanjaran berlangsung ada interaksi antara pesrta didik dengan peserta didik dan ada interaksi antara pendidik dengan peserta didik, atas dasar hal ini maka pengguna metode dalam pendidikan Islam harus memperhatikan landasan atau dasar ini. Jangan sampai terjadi ada metode yang digunakan tapi tidak sesuai dengan kondisi sosiologis peserta didik, jika hal ini terjadi bukan mustahil tujuan pendidikan akan sulit untuk dicapai.
Keempat
dasar di atas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan harus diperhatikan
oleh para pengguna metode pendidikan Islam agar dalam mencapai tujuan tidak
mengunakan metode yang tidak tepat dan tidak cocok kondisi agamis, kondisi
biologis, kondisi psikologis, dan kondisi sosiologis peserta didik.
C.
Macam-macam Metode dan Pendekatan dalam Pendidikan Islam
1.
Macam-macam metode
Sebagai
ummat yang telah dianugerahi Allah Kitab AlQuran yang lengkap dengan petunjuk
yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan bersifat universal sebaiknya
menggunakan metode mengajar dalam pendidikan Islam yang prinsip dasarnya dari
Al Qur’an dan Hadits. Diantara metode- metode tersebut adalah [11]:
a. Metode
Ceramah
Metode
ceramah adalah cara penyampaian inforemasi melalui
penuturan secara lisan oleh pendidik kepada peserta didik. Prinsip dasar
metode ini terdapat di dalam Al Qur’an :
فَلَمَّآ
أَنجَاهُمْ إِذَا هُمْ يَبْغُونَ فِي اْلأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ يَاأَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّمَا بَغْيُكُمْ عَلَى أَنفُسِكُم مَّتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
ثُمَّ إِلَيْنَا مَرْجِعُكُمْ فَنُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat
kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, Sesungguhnya
(bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri (hasil kezalimanmu) itu
hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu
Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (Q.S. Yunus : 23)
b. Metode
Tanya jawab
Metode
Tanya jawab adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa
pertanyaan kepada murid tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau
bacaan yang telah mereka baca.
Prinsip
dasar metode ini terdapat dalam hadits Tanya jawab antara Jibril dan Nabi
Muhammad tentang iman, islam, dan ihsan.
Selain itu
ada juga hadits yang lainnya seperti hadits berikut ini :
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَقَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا
بَكْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُضَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ
بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ
يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى
مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو
اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا.
Artinya:
Hadis Qutaibah ibn Sa’id, hadis Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu ibn Mudhar
dari ibn Hâd dari Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salmah ibn Abdurrahmân dari Abu
Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda; Bagaimana pendapat kalian seandainya
ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia mandi di sana lima
kali sehari. Bagaimana pendapat kalian? Apakah masih akan tersisa kotorannya?
Mereka menjawab, tidak akan tersisa kotorannya sedikitpun. Beliau bersabda;
Begitulah perumpamaan salat lima waktu, dengannya Allah menghapus dosa-dosa.
(Muslim, I: 462-463)
c. Metode
diskusi
Metode
diskusi adalah suatu cara penyajian/ penyampaian bahan pelajaran dimana
pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik/ membicarakan dan
menganalisis secara ilmiyah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau
menyusun berbagai alternative pemecahan atas sesuatu masalah.
Abdurrahman Anahlawi[12]menyebut metode ini dengan sebutan
hiwar (dialog).
Prinsip
dasar metode ini terdapat dalam Al Qur’an Surat Assafat : 20-23 yang berbunyi :
وَقَالُوا
يَاوَيْلَنَا هَذَا يَوْمُ الدِّينِ هَذَا يَوْمُ الْفَصْلِ الَّذِي كُنتُم بِهِ
تُكَذِّبُونَ احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ
وَمَاكَانُوا يَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَى صِرَاطِ
الْجَحِيمِ
Dan mereka
berkata:”Aduhai celakalah kita!” Inilah hari pembalasan.Inilah hari keputusan
yang kamu selalu mendustakannya(kepada Malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah
orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang
selalu mereka sembah,Selain Allah; Maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke
neraka. (Q.S. Assafat : 20-23)
Selain itu
terdapat juga dalam hadits yang berbunyi :
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ
وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا
الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ
فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ
وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ
هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ
وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا
عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي
النَّارِ.
Artinya:
Hadis Qutaibah ibn Sâ’id dan Ali ibn Hujr, katanya hadis
Ismail dan dia ibn Ja’far dari ‘Alâ’
dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. bahwasnya Rasulullah saw. bersabda:
Tahukah kalian siapa orang yang muflis (bangkrut)?,
jawab mereka; orang yang tidak memiliki dirham dan harta.Rasul bersabda;
Sesungguhnya orang yang muflis dari ummatku adalah orang yang datang
pada hari kiamat dengan (pahala) salat, puasa dan zakat,. Dia datang
tapi telah mencaci ini, menuduh ini, memakan harta orang ini, menumpahkan darah
(membunuh) ini dan memukul orang ini. Maka orang itu diberi pahala
miliknya. Jika kebaikannya telah habis sebelum ia bisa menebus
kesalahannya, maka dosa-dosa mereka diambil dan dicampakkan kepadanya,
kemudian ia dicampakkan ke neraka.(Muslim, t.t, IV: 1997)
d. Metode
Pemberian Tugas
Metode
pemberian tugas adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru memberikan
tugas-tugas tertentu kepada murid-murid, sedangkan hasil tersebut diperiksa
oleh gur dan murid harus mempertanggung jawabkannya.
Prinsip
dasar metode ini terdapat dalam Al Qur’an yang berbunyi :
يَاأَيُّهَا
الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنذِرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
وَلاَتَمْنُن تَسْتَكْثِرُ وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ
Artinya :
- Hai orang yang berkemul (berselimut),
- Bangunlah, lalu berilah peringatan!
- Dan Tuhanmu agungkanlah!
- Dan pakaianmu bersihkanlah,
- Dan perbuatan dosa tinggalkanlah,
- Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
- Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
e. Metode
Demontrasi
Metode
demontrasi adalah suatu cara mengajar dimana guru mempertunjukan tentang proses
sesuatu, atau pelaksanaan sesuatu sedangkan murid memperhatikannya.
Prinsip
dasarnya terdapat dalam hadits yang berbunyi
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ قَالَ حَدَّثَنَا
أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ قَالَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ أَتَيْنَا إِلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ
فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ يَوْمًا وَلَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا ظَنَّ أَنَّا قَدْ
اشْتَهَيْنَا أَهْلَنَا أَوْ قَدْ اشْتَقْنَا سَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا
بَعْدَنَا فَأَخْبَرْنَاهُ قَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ
وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لا أَحْفَظُهَا
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي.
Artinya:
Hadis dari Muhammad ibn Muşanna, katanya hadis dari Abdul Wahhâb katanya Ayyũb
dari Abi Qilâbah katanya hadis dari Mâlik. Kami mendatangi Rasulullah saw. dan
kami pemuda yang sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama (dua puluh malam)
20 malam. Rasulullah saw adalah seorang yang penyayang dan memiliki sifat
lembut. Ketika beliau menduga kami ingin pulang dan rindu pada keluarga, beliau
menanyakantentang orang-orang yang kami tinggalkan dan kami memberitahukannya.
Beliau bersabda; kembalilah bersama keluargamu dan tinggallah bersama mereka,
ajarilah mereka dan suruhlah mereka. Beliau menyebutkan hal-hal yang saya hapal
dan yang saya tidak hapal. Dan salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat.
(al-Bukhari, I: 226)
f. Metode
eksperimen
Suatu cara
mengajar dengan menyuruh murid melakukan suatu percobaan, dan setiap
proses dan hasil percobaan itu diamati oleh setiap
murid, sedangkan guru memperhatikan yang
dilakukan oleh murid sambil memberikan arahan.
Prinsip
dasar metode ini ada dalam hadits :
حَدَّثَنَا
آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ سَعِيدِ
بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى
عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبْ الْمَاءَ
فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا
كُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَنَا
فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ
يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ ….
Artinya:
Hadis Adam, katanya hadis Syu’bah ibn Abdurrahmân ibn Abzâ dari ayahnya,
katanya seorang laki-laki datang kepada Umar ibn Khattâb, maka katanya saya
sedang janabat dan tidak menemukan air, kata Ammar ibn Yasir kepada Umar ibn
Khattâb, tidakkah anda ingat ketika saya dan anda dalam sebuah perjalanan,
ketika itu anda belum salat, sedangkan saya berguling-guling di tanah, kemudian
saya salat. Saya menceritakannya kepada Rasul saw. kemudian Rasulullah saw.
bersabda: ”Sebenarnya anda cukup begini”. Rasul memukulkan kedua telapak
tangannya ke tanah dan meniupnya kemudian mengusapkan keduanya pada
wajah.(al-Bukhari, I: 129)
Hadis di
atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong
şiqah dan şiqah hafiz, şiqah şubut. Menurut al-Asqalani, hadis ini mengajarkan
sahabat tentang tata cara tayammum dengan perbuatan. (Al-Asqalani, I: 444)
Sahabat Rasulullah saw. melakukan upaya pensucian diri dengan berguling di
tanah ketika mereka tidak menemukan air untuk mandi janabat. Pada akhirnya
Rasulullah saw. memperbaiki ekperimen mereka dengan mencontohkan tata cara
bersuci menggunakan debu.
g. Metode
Amsal/perumpamaan
Yaitu cara
mengajar dimana guru menyampaikan materi pembelajaran melalui contoh atau
perumpamaan.
Prinsip
metode ini terdapat dalam Al Qur’an
مَثَلُهُمْ
كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّآ أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ
اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لاَّ يُبْصِرُونَ
Perumpamaan
mereka adalah seperti orang yang menyalakan api Maka setelah api itu
menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan
membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (Q.S. Albaqarah : 17)
Selain itu
terdapat pula dalam hadits yang berbunyi :
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ
يَعْنِي الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ
كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ
مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً .
Artinya;
Hadis dari Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb
yakni as- Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda:
Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang
kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke
sini. (Muslim, IV: 2146)
Hadis di
atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong
şiqah dan şiqah şubut, şiqah hâfiz, sedangkan ibn Umar adalah sahabat
Rasulullah saw. Menurut ath-Thîby (1417H, XI: 2634), orang-orang munafik,
karena mengikut hawa nafsu untuk memenuhi syahwatnya, diumpamakan seperti
kambing jantan yang berada di antara dua kambing betina. Tidak tetap pada satu
betina, tetapi berbolak balik pada ke duanya. Hal tersebut diumpamakan seperti
orang munafik yang tidak konsisten dengan satu komitmen.
Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.
Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.
h. Metode
Targhib dan Tarhib
Yaitu cara
mengajar dimana guru memberikan materi pembelajaran dengan menggunakan ganjaran
terhadap kebaikan dan hukuman terhadap keburukan agar peserta didik melakukan
kebaikan dan menjauhi keburukan.
Prinsip
dasarnya terdapat dalam hadits berikut ini :
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ عَنْ عَمْرِو
بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ
بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا
الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ.
Artinya:
Hadis Abdul Aziz ibn Abdillah katanya menyampaikan padaku Sulaiman dari Umar
ibn Abi Umar dari Sâ’id ibn Abi Sa’id al-Makbârî dari Abu Hurairah, ia berkata:
Ya Rasulullah, siapakah yang paling bahagia mendapat syafa’atmu pada hari
kiamat?, Rasulullah saw bersabda: Saya sudah menyangka, wahai Abu Hurairah,
bahwa tidak ada yang bertanya tentang hadis ini seorangpun yang mendahului mu,
karena saya melihat semangatmu untuk hadis. Orang yang paling bahagia dengan
syafaatku ada hari Kiamat adalah orang yang mengucapkan ”Lâilaha illa Allah”
dengan ikhlas dari hatinya atau dari dirinya.(al-Bukhari, t.t, I: 49)
Selain
hadits juga hadits berikut ini :
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو
عَنْ بَكْرِ بْنِ سَوَادَةَ الْجُذَامِيِّ عَنْ صَالِحِ بْنِ خَيْوَانَ عَنْ أَبِي
سَهْلَةَ السَّائِبِ بْنِ خَلَّادٍ قَالَ أَحْمَدُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلًا أَمَّ قَوْمًا فَبَصَقَ فِي
الْقِبْلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ فَرَغَ لَا
يُصَلِّي لَكُمْ….
Artinya:
Hadis Ahmad ibn Shalih, hadis Abdullah ibn Wahhab, Umar memberitakan padaku
dari Bakr ibn Suadah al-Juzâmi dari Shâlih ibn Khaiwân dari Abi Sahlah as-Sâ’ib
ibn Khallâd, kata Ahmad dari kalangan sahabat Nabi saw. bahwa ada seorang yang
menjadi imam salat bagi sekelompok orang, kemudian dia meludah ke arah kiblat
dan Rasulullah saw. melihat, setelah selesai salat Rasulullah saw. bersabda
”jangan lagi dia menjadi imam salat bagi kalian”… (Sijistani, t.t, I: 183).
Hadis di
atas tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong
şiqah hâfiz, şiqah dan şiqah azaly. Memberikan hukuman (marah) karena orang
tersebut tidak layak menjadi imam. Seakan-akan larangan tersebut disampaikan
beliau tampa kehadiran imam yang meludah ke arah kiblat ketika salat. Dengan
demikian Rasulullah saw. memberi hukuman mental kepada seseorang yang berbuat
tidak santun dalam beribadah dan dalam lingkungan social.
Sanksi dalam pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan yang terlalu lunak akan membentuk pelajar kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati. Sanksi tersebut dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan teguran, kemudian diasingkan dan terakhir dipukul dalam arti tidak untuk menyakiti tetapi untuk mendidik. Kemudian dalam menerapkan sanksi fisik hendaknya dihindari kalau tidak memungkinkan, hindari memukul wajah, memukul sekedarnya saja dengan tujuan mendidik, bukan balas dendam.
Sanksi dalam pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan yang terlalu lunak akan membentuk pelajar kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati. Sanksi tersebut dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan teguran, kemudian diasingkan dan terakhir dipukul dalam arti tidak untuk menyakiti tetapi untuk mendidik. Kemudian dalam menerapkan sanksi fisik hendaknya dihindari kalau tidak memungkinkan, hindari memukul wajah, memukul sekedarnya saja dengan tujuan mendidik, bukan balas dendam.
i. Metode
pengulangan (tikror)
Yaitu cara
mengajar dimana guru memberikan materi ajar dengan cara mengulang-ngulang
materi tersebut dengan harapan siswa bisa mengingat lebih lama materi yang
disampaikan.
Prinsip
dasarnya terdapat dalam hadits berikut :
حَدَّثَنَا
مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ قَالَ
حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ
الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
Artinya:
Hadis Musaddad ibn Musarhad hadis Yahya dari Bahzâ ibn Hâkim, katanya hadis
dari ayahnya katanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: Celakalah bagi orang
yang berbicara dan berdusta agar orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya,
kecelakaan baginya. (As-Sijistani, t.t, II: 716).
Hadis di
atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong
şiqah dan şiqah hafiz, şiqah sadũq. Rasulullah saw. mengulang tiga kali
perkataan ”celakalah”, ini menunjukkan bahwa pembelajaran harus dilaksanakan
dengan baik dan benar, sehingga materi pelajaran dapat dipahami dan tidak
tergolong pada orang yang merugi.
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.
B.
Macam-macam pendekatan dalam pendidikan Islam
Menurut
Ramayulis pendekatan pandangan falsafi terhadap subject matter
yang harus
diajarkan dan selanjutnya melahirkan metode mengajar.[13] Menurutnya setidaknya ada enam
pendekatan yang dapat digunakan
pendidikan
Islam dalam pelaksanaan proses pembelajaran, yaitu :
- Pendekatan pengalaman. Yaitu pemberian pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. Dengan pendekatan ini peserta didik diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman keagamaan, baik secara individual maupun kelompok. Ada pepatah yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik.
- Pendekatan pembiasaan. Pembiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja yang kadang kala tanpa dipikirkan. Pendekatan pembiasaan dalam pendidikan berarti memberikan kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan ajarannya.
- Pendekatan emosional. Pendekatan emosional adalah usaha untuk menggugah perasaan dan emosi peserta didik dalam meyakini ajaran Islam serta dapat merasakan mana yang baik dan mana yang buruk.
- Pendekatan Rasional, yaitu suatu pendekatan mempergunakan rasio dalam memahami dan menerima kebesaran dan kekuasaan Allah. Dengan kekuatan akalnya manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, bahkan dengan akal yang dimilikinya juga manusia juga dapat membenarkan dan membuktikan adanya Allah.
- Pendekatan fungsional, yaitu suatu pendekatan dalam rangka usaha menyampaikan materi agama dengan menekankan kepada segi kemanfaatan pada peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan tingkat perkembangannya. Ilmu Agama yang dipelajari anak di sekolah bukanlah hanya sekedar melatih otak tetapi diharapkan berguna bagi kehidupan anak, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan social.
- Pendekatan keteladanan. Pendekatan keteladanan adalah memperlihatkan keteladanan baik yang berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara personal sekolah, perilaku pendidik dan tenaga kependidikan lainnya yang mencerminkan akhlak terpuji, maupun yang tidak langsungmelalui suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah ketauladanan.
BAB
III
PENUTUP
Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa metode dan pendekatan dalam
pendidikan Islam mempunyai peranan yang amat penting dalam pencapaian tujuan
pendidikan. Sebaik apapun materi yang akan kita sampaikan tanpa disertai metode
yang tepat dalam pencapaiannya dikhawatirkan esensi dari materi tersebut tidak
sampai dan tidak difahami oleh peserta ddik
Demikianlah
pembahasan tentang metode dan pendekatan dalam pendidikan Islam yang sangat
sederhana ini. Untuk menyempurnakan makalah ini kami berharap kritik dan saran
yang membangun dari semua peserta diskusi sore hari ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi,
Abu dan Joko Triprasetyo, 2005, Strategi
Belajar Mengajar, Bandung : Pustaka setia
Anwar,
Qamari, 2003, Pendidikan Sebagai Karakter Budaya Bangsa, Jakarta :
UHAMKA Press.
Al
Syaibani, Omar Mohammad, 1979, Falsafah
Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang
Echol,
Jhon M dan Shadily, Hasan, 1995, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Ramayulis,
2008, Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta : Kalam Mulia
________,
2008, Metodologi Pendidikan Islam,
Jakarta : Kalam Mulia
Ramayulis
dan Nizar, Samsu, 2009, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia
Surakhmad,
Winarno, 1998, Pengantar Interaksi Belajar Mengajar, Bandung :
Tarsito
Catatan
Kaki
[1] Qamari Anwar, Pendidikan sebagai
karakter budaya bangsa, Jakarta, UHAMKA Press, 2003, halaman. 42
[2] Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat
Pendidikan Islam Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, Jakarta
: Kalam mulia, 2009, halaman 209.
[3] Shalih Abd. Al Aziz, at tarbiyah wa
thuriq al tadris, kairo, maarif, 119 H, hal. 196 dalam Ramayulis, Metodologi
Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2008, hal. 2-3.
[4] John M Echol dan Hasan Shadily, Kamus
Inggris Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995, hal. 379.
[5] Surakhmad, Pengantar interaksi Belajar
Mengajar, Bandung : Tarsito, 1998, hal. 96
[6] Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar,
Bandung : Pustaka Setia, 2005, hal. 52
[7] Ramayulis, Metodologi hal. 3
[8] Omar Mohammad, Falsafah Pendidikan
Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1979, hal.553
[9] Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat
Pendidikan Islam, hal 209
[10] Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat
Pendidikan Islam, hal. 216
[11] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta : Kalam Mulia, 2008. Hal. 193
[12] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hal.
194
[13] Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat
Pendidikan Islam, hal. 210
0 komentar:
Posting Komentar